BENGKULU, BEKENTV – Perayaan Hari Kemerdekaan ke-80 Republik Indonesia di Kecamatan Pino Raya, Bengkulu Selatan, berlangsung berbeda.
Alih-alih penuh suka cita, para petani justru mengibarkan bendera setengah tiang dan mengenakan pakaian serba hitam sebagai simbol duka sekaligus perlawanan.
Melalui Forum Masyarakat Pino Raya (FMPR), petani menegaskan bahwa bagi mereka perjuangan kemerdekaan belum selesai.
Meski negara secara resmi merayakan kemerdekaan, hak-hak fundamental petani dinilai masih terabaikan.
Ketua FMPR sekaligus Pembina Upacara, Edi Hermanto, menegaskan sikap tersebut.
“Kami melaksanakan upacara kemerdekaan untuk mengenang jasa para pahlawan. Namun kami juga minta maaf, bendera belum bisa kami naikkan penuh, karena kami masih memperjuangkan isi dari kemerdekaan itu sendiri,” ujar Edi.
Upacara ini digelar di lahan perkebunan yang hingga kini masih menjadi sumber konflik antara petani Pino Raya dengan perusahaan PT Agri Bengkulu Selatan (ABS) sejak 2012.
Sudah 13 tahun berlalu, namun menurut warga, pemerintah dinilai lebih melindungi perusahaan yang legalitasnya dipertanyakan daripada membela hak rakyat.
Suasana peringatan kemerdekaan semakin kontras dengan hadirnya bendera-bendera One Piece yang dikibarkan sebagai simbol semangat perlawanan.
Seorang pemuda Pino Raya, Puji Hendri Julita Sari, menyebut aksi itu adalah kritik keras kepada pemerintah.
“Sikap pemerintah dalam merespons tuntutan ini akan menentukan kualitas kepemimpinan, khususnya di Bengkulu Selatan. Jika rakyat diabaikan, berarti pemerintah telah berkhianat pada amanah kemerdekaan,” katanya.
Dalam upacara ini, FMPR juga membacakan pernyataan sikap dan tuntutan, di antaranya:
Menuntut reforma agraria sejati serta perlindungan hak petani atas tanah yang dirampas PT ABS.
Mendesak negara menindak tegas kejahatan korporasi yang merugikan rakyat.
Surat tuntutan tersebut ditembuskan kepada Pemda, ATR/BPN, DPR baik daerah maupun pusat, hingga Presiden RI.
Di sela peringatan, FMPR juga memberikan penghargaan khusus kepada Silmawanto, seorang petani yang selama ini menjadi korban kriminalisasi dalam konflik lahan. Ia diangkat sebagai “pahlawan baru” atas keberaniannya melawan intimidasi aparat hukum.
“Saya tidak akan gentar, perjuangan ini akan terus kami lanjutkan,” tegas Silmawanto saat menerima penghargaan.
Dengan bendera setengah tiang dan pakaian hitam, petani Pino Raya ingin menyampaikan pesan bahwa kemerdekaan belum sepenuhnya mereka rasakan.
Perjuangan belum selesai, dan kini giliran mereka meneruskan semangat para pahlawan terdahulu.