Pelanggaran tersebut antara lain operasi tambang di luar izin usaha produksi (IUP), kegiatan di kawasan hutan tanpa izin, dan tidak melakukan reklamasi pascatambang.
Selain itu, penyidik juga menemukan penjualan batu bara fiktif dan manipulasi kualitas hasil tambang, yang turut menimbulkan kerugian negara sekitar Rp500 miliar akibat kerusakan lingkungan dan penjualan ilegal.
Sebagai langkah penegakan hukum, Kejati Bengkulu telah menyita sejumlah aset mewah milik para tersangka, termasuk rumah, kendaraan, perhiasan, serta alat berat sebagai upaya pemulihan kerugian negara.
“Kami berkomitmen menuntaskan perkara ini secara profesional dan transparan, demi menjaga sumber daya alam Bengkulu dari praktik korupsi yang merugikan negara,” tutup Kajati Bengkulu, Viktor Antonius Saragih Sidabutar.
















