“Klien kami hanya pernah diperiksa satu kali sebagai saksi, lalu langsung ditetapkan sebagai tersangka. Tidak ada dua alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP. CCTV maupun saksi mata juga tidak ada,” jelasnya.
Dalam permohonannya, pihak R-A menilai penetapan tersangka dilakukan secara sewenang-wenang dan bertentangan dengan asas praduga tak bersalah serta due process of law.
Sementara itu, kuasa hukum lainnya Elfahmi Lubis menilai alat bukti yang digunakan penyidik sangat lemah.
“Tidak ada CCTV atau saksi yang melihat langsung. Satu-satunya bukti hanya visum. Bahkan, penetapan tersangka hanya berdasar pada keterangan anak berusia dua tahun enam bulan,” ujarnya.
















