“Pemerintah tidak mau mengeluarkan dana, tapi malah mempersulit Klien kami, dengan mengubah perjanjian. Ini adalah kasus kriminalisasi investor,” kata Silviana.
Proyek yang dimaksud adalah pembangunan infrastruktur senilai Rp97 miliar, yang dibiayai oleh investor melalui skema konsesi.
“Konsesi ini adalah perjanjian dimana swasta membangun proyek, lalu balik modal dulu, baru bagi hasil,” jelas Silviana.
Namun, setelah perjanjian ditandatangani, Pemerintah Kota Bengkulu mengubah harga sewa yang sangat mempengaruhi kemampuan investor untuk balik modal.
“Harga sewa yang awalnya di atas Rp6 juta permeter, malah diturunkan menjadi Rp3-5 juta. Ini jelas merugikan klien kami,” kata Silviana.
















